Metroterkini.com – Varian virus corona B.1.1.7 yang pertama kali ditemukan di Inggris disebutkan memiliki potensi 64 persen lebih tinggi menyebabkan kematian dibandingkan jenis sebelumnya.
Temuan tersebut merupakan studi yang diterbitkan dalam jurnal Medis British Medical Journal (BMJ) pada Rabu (10/3/2021).
Melansir dari CNBC, studi tersebut dilakukan oleh para peneliti di Universitas Exeter dan Universitas Bristol yang menganalisa lebih dari 100.000 pasien di Inggris dalam kurun waktu antara 1 Oktober 2020 hingga 28 Januari 2021.
Selanjutnya mereka membandingkan tingkat kematian di antara mereka yang positif terinfeksi B.1.1.7 serta mereka yang terinfeksi oleh varian virus jenis lain yang sebelumnya juga beredar.
Disebutkan orang yang terinfeksi B.1.1.7 memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk meninggal dengan perkiraan sentral 64 persen. Para peneliti menyebut, B.1.1.7 dapat menyebabkan 227 kematian dari sampel sebanyak 54.906 pasien.
Adapun jenis lain menyebabkan 141 kematian dari jumlah tersebut. “Ditambah dengan kemampuannya untuk menyebar dengan cepat, ini membuat B.1.1.7 menjadi ancaman yang harus ditanggapi dengan serius,” kata Robert Challen dikutip dari Reuters.
Komplikasi lain
Dr. Amesh Adalja peneliti di Pusat Keamanan Kesehatan Universitas Johns Hopkins mengatakan, masih perlu banyak penelitian untuk menentukan apa yang sebenarnya terjadi dalam perjalanan infeksi yang disebabkan oleh varian B.1.1.7.
Pihaknya menyoroti mengenai studi tersebut yang menyebut risiko kematian pada kasus varian baru tersebut bisa muncul saat pasien sakit selama dua minggu.
“Ada pemisahan jelas yang terjadi dua minggu setelah itu, jadi saya ingin lebih memahami tentang apa yang menurut penulis mungkin disebabkan,” kata Adalja kepada CNN, Rabu (10/3/2021).
“Mungkinkah mereka terkena infeksi bakteri, karena mereka berada di rumah sakit lebih lama? Mungkinkah mereka lebih mungkin mengalami pembekuan darah? Komplikasi apa yang menyebabkan keterlambatan kematian itu? Itulah yang menurutku paling menarik,” ujarnya.
Risiko kematian akibat varian B.1.1.7
Sementara itu, Lawrence Young seorang virologi dan profesor onkologi molekuler di Universitas of Warwick di Inggris mengatakan studi baru mengonfirmasi penelitian sebelumnya mengenai kemungkinan peningkatan risiko kematian.
“Mekanisme tepat yang bertanggung jawab atas peningkatan mortalitas yang terkait dengan varian tetap tidak pasti, tetapi dapat dikaitkan dengan tingkat replikasi virus yang lebih tinggi serta peningkatan penularan,” ujarnya.
Diduga Lebih Menular
Di sisi lain, Dr. Julian Tang ahli virologi di Universitas Lecester mengatakan belum terlalu yakin dengan hasil penelitian baru tersebut. Menurutnya pengaruh suhu musim yang paling dingin juga perlu dipertimbangkan.
“Kami benar-benar perlu meninjau kembali ini di musim semi untuk memperhitungkan faktor cuaca dingin dan variabel musiman lain,” ujarnya.
Selain itu masih diperlukan penelitian pada pasien dari belahan dunia lain. Tentang varian virus corona B.1.1.7 Studi baru mengenai varian B.1.1.7 ini muncul setelah dua bulan usai CDC memperingatkan bahwa B.1.1.7 bisa menjadi strain dominan di Amerika Serikat.
Direktur CDC Dr. Rochelle Walensky sebelumnya mengatakan kepada JAMA pada 17 Februari 2021, varian B.1.1.7 diperkirakan sekitar 50 persen lebih dapat ditularkan dan data awal menunjukkan kemungkinan varian baru mungkin 50 persen lebih ganas.[**]